Ohayo.... Konichiwa... Konbanwa....!

Jumat, 14 Juni 2013

Cerpen : Sweet Seventeen

Sebenarnya saat cerpen ini dimuat, saya udah nggak mikirin lagi Cerpen. soalnya saat itu saya udah mulai sibuk kerja, udah nggak sempet nulis cerpen lagi. Jadi, pas ada telpon dari Redaksi Teen dan bilang kalau Cerpen saya yang berjudul Sweet Seventeen bakal diterbitin, itu surprise banget buat saya. SENANG SAMPE KE LANGIT. (Lebai, hahahah)

Terbit di Majalah TEEN No. 250/XVIII/ Februari 2011
Saya emang cukup percaya diri waktu bikin cerpen ini. Saya yakin banget kalau cerpen ini bisa dimuat. Dan Alhamdulilah, keyakinan saya itu terbukti, meskipun baru terjawab seteelah 2 tahun penantian (Kirim bulan Januari 2009 dan baru ada keputusan dimuatnya sekitar bulan Januari 2011)..

Berikut isi cerita dari cerpen saya. Enjoy Reading!!!!


SWEET SEVENTEEN
Triana Fibrianty




Pukul 20.15, sesuai dengan ritual tahunan yang biasa aku lakukan, malam ini, selesai shalat isya, aku nangkring di atap rumah. Dengan membawa perlengkapan wajibku seperti jaket, selimut, topi, cemilan, kopi, hape, dan payung, aku akan menghabiskan malam di atas genteng sampai subuh. Begitulah caraku menyambut bertambahnya usiaku, intropeksi di tempat yang sepi, sambil menikmati keindahan alam di malam hari. Melihat kilauan bintang dan terang bulan, menikmati kesunyian, dan kadang malah lihat maling. Beneran, tahun lalu, pas aku lagi ritual, aku lihat ada maling lagi mengincar rumah tetanggaku. Aku gak tinggal diam donk! Aku lempar saja mereka pake sandalku, trus tu maling nengak-nengok mencari orang yang melemparnya pake sandal, dan… pas mereka lihat ke arahku, mereka langsung terbirit-birit, secara aku sengaja menyelimuti tubuhku dengan selimut warna putihku dan tertawa mirip kuntilanak.
“Neng, turun atuh, kayak nyenyet wae nangkring di genteng. Ntar kalau neng jatuh, bibi atuh yang diomelin sama ibu bapak!” Bi Nah berteriak-teriak khawatir melihatku nangkring di atas genteng.
“Tenang, Bi. Kau kan sudah berpengalaman, jadi gak bakalan jatuh, lagian Bibi gak usah khawatir deh, ayah bunda gak bakal marahin Bibi, mereka kan gak peduli sama aku.”
“Huuus, neng teh ngomong naon sih? Gak boleh atuh berpikiran jelek sama orang tua, ibu bapak teh sayang pisan sama neng Manda, kalau gak, mereka gak mungkin kerja keras demi untuk sekolahin neng setinggi-tingginya.”
“Tapi nyatanya mereka lebih milih dinas ke luar kota daripada merayakan hari ulang tahun aku, mereka itu gila kerja, Bi, sampe mereka lupa kalau mereka itu punya anak.”
“Itu mah namanya prosesionalitas neng…”
“Profesionalitas maksudnya, Bi?”
“Ya itu, Neng, maksud Bibi. Jadi bukan karena mereka gak sayang sama neng Manda, lagian kan neng sudah biasa ulang tahun tanpa mereka, kok protesnya baru sekarang?”
“Masalahnya ulang tahun aku yang sekarang ini kan special, Bi, sweet seventeen githu loh!”
“Swit sepentin teh naon, neng?”
“Maksudnya 17 tahun, bi. Umur 17 tahun kan umur yang istimewa, umur menuju kedewasaan dan aku ingin di hari yang istimewa ini aku ditemani sama orang-orang yang aku sayangin, termasuk ayah bunda, walaupun gak ada pesta besar-besaran.”
“Sudahlah, neng, gak usah sedih githu, kan ada Bibi yang selalu nemenin neng Manda, mungkin Bibi bukan siapa-siapanya neng Manda, tapi Bibi sayang pisan sama neng…”
“Yeee, Bibi itu orangtua aku juga kok, aku juga sayang banget sama Bibi. Ohya, Bibi masuk gih, udaranya dingin banget, nanti Bibi sakit lho!”
“Trus neng Manda gimana?”
“Ya aku akan terus di sini sampai subuh.”
“Tapi kan udaranya dingin banget, neng!”
“Aku sudah punya persiapan jaket dan selimut tebal, jadi Bibi gak usah khawatir.”
“Tapi banyak nyamuk…”
“Aku sudah pake lotion anti nyamuk, tenang saja.”
“Trus kalau neng nanti lapar gimana?”
“Bibi, aku kan sudah berpengalaman, jadi aku bawa stok cemilan banyak banget, jadi Bibi tenang saja deh, aku gak akan mati di sini kok.”
“Ya sudah, Bibi masuk, tapi kalau neng butuh apa-apa, panggil Bibi ya!”
“Oke, nanti aku telpon!”
Bibi dengan tergopoh-gopoh masuk ke dalam rumah.
Akh, sudah pukul 20.45, aku segera memulai ritualku dengan bersyukur kepada Tuhan karena sampai hari ini aku masih dikasih umur, memberikan aku kebahagiaan dan memberikanku ujian (Aku sangat bersyukur Tuhan masih memberikan aku ujian, karena hanya orang-orang terpilih saja yang akan diberi ujian sama Tuhan, dan ujian itulah yang meningkatkan derajat keimanan kita di mata Tuhan). Biasanya aku butuh waktu lama untuk ritual yang satu ini, karena kadang-kadang aku ujung-ujungnya malah curhat sama Tuhan, hehehe.
Setelah berdoa, aku mendengarkan musik dari handphoneku sambil menikmati keindahan malam yang hanya kulihat setahun sekali. Berkali-kali hembusan angin menyergap tubuhku dengan kencang sehingga membuat aku menjadi menggigil, tapi itu semua gak menggoyahkan hatiku untuk turun dari atap ini karena aku akan tetap nangkring di tempat ini sampe subuh tanpa tidur! SEMANGAT!
****
Pukul 21.55 tanpa sengaja pandanganku terarah pada sepasang remaja, cewek dan cowok, lagi boncengan motor, dan motor itu berhenti tepat di depan rumah Byan. Cowok itu ternyata Byan, dan ceweknya,,, SARI! Sari adalah teman satu organisasi di komplek rumah, aku tahu sih Sari akhir-akhir ini dekat sama Byan, tapi… aku gak nyangka kalau mereka sampe bisa… jadian! Kalau mereka gak jadian, kenapa juga jam segini mereka jalan, berduaan pula! Ya ampun, kenapa ya tiba-tiba dadaku terasa sesak ketika melihat mereka berdua? Apa iya aku sedang CEMBURU?
Byan adalah tetangga yang tinggal tepat di depan rumahku sejak 16 tahun yang lalu, dia adalah teman mainku dari kecil dan karena aku anak tunggal, aku jadi sangat manja pada Byan, walaupun umur kami sebaya, tapi Byan lebih terlihat dewasa daripada aku, dia selalu menjaga dan melindungi aku, Byan juga selalu ada dalam suka dan dukaku, makanya aku sayang banget sama Byan.
Oh ya, aku punya ritual ini sejak 4 tahun yang lalu, Byan selalu ada untuk menemani aku lho, dia selalu datang pas pukul 12 malam, ngucapin selamat ulang tahun padaku, dan menemaniku ngobrol sampe subuh, kalau sudah adzan subuh, kami turun, dan ke Masjid bareng untuk shalat subuh berjamaah. Dan hari ini, aku lumayan bertanya-tanya nih, apakah Byan akan datang malam ini? Entahlah, mungkin dia lupa kali sama hari ulang tahunku, buktinya tadi pas ketemu di sekolah, dia sama sekali gak bahas-bahas soal ulang tahunku. Ya sudahlah, wajar saja kalau dia lupa, aku kan bukan siapa-siapanya dia, apalagi sekarang dia sudah punya Sari, tentu aku bukan lagi prioritas utama untuknya.
Seharusnya Byan tahu kalau setiap tanggal 1 Februari malam, aku lagi nongkrong di genteng, tapi ternyata Byan sama sekali gak nengok ke atap rumahku, setelah Sari pergi dengan motornya, Byan langsung masuk ke dalam rumahnya. Akhirnya aku berspekulasi kalau Byan memang beneran lupa sama hari ulangtahunku. Ugh, hancur hatiku menerima semua kenyataan ini, apalagi melihat Byan bersama cewek lain selain aku.
Oh Tuhan, inikah kejutan yang hendak Kau berikah padaku dihari yang seharusnya membahagiakan untukku? Tanpa orangtua, tanpa Byan, dan tanpa kegembiraan…
Biasanya Byan selalu meminjamkan pundaknya ketika aku sedang merasa sendiri saat ditinggal oleh orangtuaku, tapi sekarang entah kenapa, Byan ikut-ikutan meninggalkanku.
Akh, kok aku nangis sih? Cengeng banget deh! Aku kan sudah biasa ulangtahun tanpa ayah bunda, dan Byan… dia kan bukan siapa-siapa aku, jadi gak ada kewajiban untuknya menemaniku, yah, aku harus gembira, aku gak boleh sedih, lagi percuma juga aku sedih, gak akan ada orang yang mau menghiburku, jadi aku harus menjadi Manda yang kuat, SEMANGAT, Manda!
****

“Ya ampun, neng Manda, ku naon atuh tidur di genteng? Nanti kalau jatuh gimana?” jerit Bi Nah yang membuatku kaget dan mataku jadi melek.
“Bibi ngagetin saja deh, lebai!” omelku.
“Ya maaf atuh, neng, Bibi cuma khawatir atuh neng Manda tidur di genteng, emang jang Byan mana, neng? Biasanya neng kan ditemenin sanma jang Byan!”
Sudah deh, Bi, jangan sebut-sebut nama itu lagi, aku bĂȘte dengernya!”
“Ya sudah, ayo atuh neng turun, sebentar lagi kan mau subuh, ayo kita ke masjid bareng!”
“Iya, Bi,” kataku sambil turun dari atap.
“Neng Manda, selamat ulang tahun ya, swit sepentin…” tubuh renta Bi Nah memelukku dengan erat.
“Makasih ya, Bi, aku sayang banget sama Bibi…”
“Ya sudah atuh, kita shalat ya, Bibi sudah bawain mukena punya neng.”
Pukul 05.15, setelah aku pulang dari masjid.
“Happy birthday, Manda!” Ternyata di ruang tamu ada banyak sekali teman-teman sekolah, organisasi, Byan, Sari, dan yang paling surprise adalah di situ ada ayah bunda. Oh my god, ternyata mereka bikin surprise party untukku.
“Selamat ulang tahun ya, sayang! Ternyata anak bunda sudah gede ya?” kata bunda sambil memelukku.
“Ayah bunda sengaja pulang cepat untuk bisa merayakan ulang tahun kamu lho, soalnya ini kan umur yang istimewa, sweet seventeen, jadi kami sebagai orangtua ingin mengantar anak kami menuju kedewasaan,” Ayah menimpali omongan Bunda.
“Terima kasih ya, ayah, bunda, aku pikir kalian gak akan datang, tapi ternyata…” Aku terharu banget.
Byan maju mendekatiku. “Manda sayang, selamat ulang tahun ya, sorry semalam gue gak datang nemenin lo, sumpah, gue ketiduran, tapi gue dan teman-teman organisasi punya banyak kado buat lo, kemarin kita barengan nyari kado buat lo sampe malam,” ujar Byan mewakili teman-teman organisasi.
“Jadi, lo gak pergi berduaan sama Sari?”
“Oh, kemarin lo lihat ya, ya gak lah, Sari nganterin gue pulang karena gue numpang naik motornya, secara lo tahu sendiri motor gue kan bannya pecah, masih ada di bengkel.”
“Ya ampun, Manda, jadi lo pikir Byan dan gue ada apa-apa githu? Gak mungkin lah, Byan kan sukanya sama lo, ups… keceplosan! Seru Sari.
Aku terpana. “Haaa? Beneran?”
Kulihat wajah Byan jadi merah menahan malu. Tampaknya dia gak menyangkal omongan Sari, duh, aku jadi ikutan malu nih…
“Nah, karena Manda belum mandi, ayo kita rame-rame mandiin Manda!” Byan dan teman-teman lainnya pada mengangkat tubuhku dan kemudian dengan teganya melemparku ke kolam renang.
“Bluuuuk!”
“Wadaaaaaw, sakeeeeet!” jeritku kencang.
“Ya ampuuuun, ku naon atuh, neng? Neng Manda teh jatuh dari genteng ya?” seru Bi Nah sambil membantuku bangun.
“Aduh, Bi, sakit banget. Kayaknya tulangku patah nih!” erangku kesakitan.
“Neng Manda teh tidur di genteng ya? Jang Byan mana atuh? Biasanya kan neng ditemenin sama jang Byan.”
“Duh, jangan bahas Byan deh, bisa-bisa kakiku tambah sakit nih, sakit banget, Bi!”
“Ya sudah, ayo kita ke Rumah Sakit, neng! Neng tunggu dulu di sini sebentar, Bibi mau ambil dompet dulu!”
****
Sial, sial, sial, ulang tahun sweet seventeen aku malah masuk rumah sakit. Kaki kiriku patah gara-gara jatuh dari atap genteng, trus gak seperti di mimpi yang indah itu, di rumah sakit aku cuma ditemani oleh Bi Nah, gak ada orangtua, apalagi teman-teman, katanya sih tadi Bi Nah sudah telpon ayah bunda, tapi mereka belum bisa pulang karena kerjaan mereka belum selesai dan baru bisa pulang besok. Mereka cuma kirim seikat bunga mawar pink kesukaanku, tapi bunga itu sudah aku buang dari tadi ke tempat sampah, emang mereka pikir aku bisa sembuh hanya dengan seikat kembang, emangnya aku setan dikasih kembang!
“Manda, lo kenapa?” Aku melihat sosok Byan ada di hadapanku, dia mencemaskanku.
“Byan…” aku agak senang dengan kehadirannya.
“Iya, ini gue Nda, lo gak kenapa-napa kan?” Byan menggenggam erat tanganku dan aku sangat yakin ini semua bukan mimpi.
“Lo ke sini sama siapa, Yan? Sendiri?”
“Gak. Gue sama… Sari. Nda, sebenarnya gue mau bilang kalau gue baru saja jadian sama Sari, semalam gue nembak dia dan…”
Duaaaar! Bagai ada petir besar yang menyambar tubuhku, aku beneran shocked mendengarnya, apalagi ketika melihat sosok Sari yang berjalan mendekatiku dan kemudian langkahnya berhenti tepat di samping Byan, dan sialnya mereka tampak sangat serasi!
“Gue denger dari Bi Nah, lo jatuh dari genteng, lagian lo tuh kenapa sih naik-naik ke genteng, lo kan cewek, Nda…”
“Byan, Sari, sorry, bukannya gue ngusir, tapi gue mau istirahat!” Aku langsung membalikkan badanku membelakangi mereka, soalnya aku sudah gak tahan lagi untuk menahan air mataku, rasanya sakit banget, mungkin lebih sakit daripada sakit badanku.
“Neng, selamat ulang tahun ya, neng jangan sedih, neng harus sabar dan inget, masih ada Bibi di sini yang akan selalu menyayangi neng, neng gak usah sedih ya.” Bi Nah sepertinya sangat tahu dengan perasaanku, ya iyalah, dia pasti ngerti, dia kan yang mengurus aku sejak lahir.
Tuhan, di sweet seventeen ini, walau jiwa dan ragaku ini sakit, aku sangat bersyukur karena Kau masih sisakan Bi Nah yang akan terus menyayangi aku sepenuh jiwanya. Bukankah manusia itu diciptakan untuk senantiasa bersyukur padaMu? Sekecil apapun nikmat yang telah Kau berikan, karena hidup bikan untuk meratapi derita…
Ya, itulah pelajaran hidup yang telah aku dapatkan selama 17 tahun aku hidup di dunia. Sweet seventeean.
****

Anyway, mungkin setiap kalian baca cerpen-cerpen saya kadang sukasad ending atau akhir kisahnya nggak sesuai harapan. Yah, saya emang suka akhir cerita kayak gitu. Seru aja bikin akhir cerita yang nggak sesuai harapan.

Dan saya konsisten membuat akhir cerita sad ending untuk cerpen-cerpen saya sampai hari ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar