Sebenarnya saat cerpen ini dimuat, saya udah nggak mikirin lagi Cerpen. soalnya saat itu saya udah mulai sibuk kerja, udah nggak sempet nulis cerpen lagi. Jadi, pas ada telpon dari Redaksi Teen dan bilang kalau Cerpen saya yang berjudul Sweet Seventeen bakal diterbitin, itu surprise banget buat saya. SENANG SAMPE KE LANGIT. (Lebai, hahahah)
![]() |
Terbit di Majalah TEEN No. 250/XVIII/ Februari 2011 |
Saya emang cukup percaya diri waktu bikin cerpen ini. Saya yakin banget kalau cerpen ini bisa dimuat. Dan Alhamdulilah, keyakinan saya itu terbukti, meskipun baru terjawab seteelah 2 tahun penantian (Kirim bulan Januari 2009 dan baru ada keputusan dimuatnya sekitar bulan Januari 2011)..
Berikut isi cerita dari cerpen saya. Enjoy Reading!!!!
SWEET
SEVENTEEN
Triana
Fibrianty
Pukul 20.15, sesuai
dengan ritual tahunan yang biasa aku lakukan, malam ini, selesai shalat isya,
aku nangkring di atap rumah. Dengan membawa perlengkapan wajibku seperti jaket,
selimut, topi, cemilan, kopi, hape, dan payung, aku akan menghabiskan malam di
atas genteng sampai subuh. Begitulah caraku menyambut bertambahnya usiaku,
intropeksi di tempat yang sepi, sambil menikmati keindahan alam di malam hari.
Melihat kilauan bintang dan terang bulan, menikmati kesunyian, dan kadang malah
lihat maling. Beneran, tahun lalu, pas aku lagi ritual, aku lihat ada maling
lagi mengincar rumah tetanggaku. Aku gak tinggal diam donk! Aku lempar saja
mereka pake sandalku, trus tu maling nengak-nengok mencari orang yang
melemparnya pake sandal, dan… pas mereka lihat ke arahku, mereka langsung
terbirit-birit, secara aku sengaja menyelimuti tubuhku dengan selimut warna
putihku dan tertawa mirip kuntilanak.
“Neng, turun atuh,
kayak nyenyet wae nangkring di genteng. Ntar kalau neng jatuh, bibi atuh yang
diomelin sama ibu bapak!” Bi Nah berteriak-teriak khawatir melihatku nangkring
di atas genteng.
“Tenang, Bi. Kau kan
sudah berpengalaman, jadi gak bakalan jatuh, lagian Bibi gak usah khawatir deh,
ayah bunda gak bakal marahin Bibi, mereka kan gak peduli sama aku.”
“Huuus, neng teh
ngomong naon sih? Gak boleh atuh berpikiran jelek sama orang tua, ibu bapak teh
sayang pisan sama neng Manda, kalau gak, mereka gak mungkin kerja keras demi
untuk sekolahin neng setinggi-tingginya.”
“Tapi nyatanya
mereka lebih milih dinas ke luar kota daripada merayakan hari ulang tahun aku,
mereka itu gila kerja, Bi, sampe mereka lupa kalau mereka itu punya anak.”
“Itu mah namanya
prosesionalitas neng…”
“Profesionalitas
maksudnya, Bi?”
“Ya itu, Neng,
maksud Bibi. Jadi bukan karena mereka gak sayang sama neng Manda, lagian kan
neng sudah biasa ulang tahun tanpa mereka, kok protesnya baru sekarang?”
“Masalahnya ulang
tahun aku yang sekarang ini kan special, Bi, sweet seventeen githu loh!”
“Swit sepentin teh
naon, neng?”
“Maksudnya 17 tahun,
bi. Umur 17 tahun kan umur yang istimewa, umur menuju kedewasaan dan aku ingin
di hari yang istimewa ini aku ditemani sama orang-orang yang aku sayangin,
termasuk ayah bunda, walaupun gak ada pesta besar-besaran.”
“Sudahlah, neng, gak
usah sedih githu, kan ada Bibi yang selalu nemenin neng Manda, mungkin Bibi
bukan siapa-siapanya neng Manda, tapi Bibi sayang pisan sama neng…”
“Yeee, Bibi itu
orangtua aku juga kok, aku juga sayang banget sama Bibi. Ohya, Bibi masuk gih,
udaranya dingin banget, nanti Bibi sakit lho!”
“Trus neng Manda
gimana?”
“Ya aku akan terus
di sini sampai subuh.”
“Tapi kan udaranya
dingin banget, neng!”
“Aku sudah punya
persiapan jaket dan selimut tebal, jadi Bibi gak usah khawatir.”
“Tapi banyak
nyamuk…”
“Aku sudah pake
lotion anti nyamuk, tenang saja.”
“Trus kalau neng
nanti lapar gimana?”
“Bibi, aku kan sudah
berpengalaman, jadi aku bawa stok cemilan banyak banget, jadi Bibi tenang saja
deh, aku gak akan mati di sini kok.”
“Ya sudah, Bibi
masuk, tapi kalau neng butuh apa-apa, panggil Bibi ya!”
“Oke, nanti aku
telpon!”
Bibi dengan
tergopoh-gopoh masuk ke dalam rumah.
Akh, sudah pukul 20.45,
aku segera memulai ritualku dengan bersyukur kepada Tuhan karena sampai hari
ini aku masih dikasih umur, memberikan aku kebahagiaan dan memberikanku ujian
(Aku sangat bersyukur Tuhan masih memberikan aku ujian, karena hanya
orang-orang terpilih saja yang akan diberi ujian sama Tuhan, dan ujian itulah
yang meningkatkan derajat keimanan kita di mata Tuhan). Biasanya aku butuh
waktu lama untuk ritual yang satu ini, karena kadang-kadang aku ujung-ujungnya
malah curhat sama Tuhan, hehehe.
Setelah berdoa, aku
mendengarkan musik dari handphoneku sambil menikmati keindahan malam yang hanya
kulihat setahun sekali. Berkali-kali hembusan angin menyergap tubuhku dengan
kencang sehingga membuat aku menjadi menggigil, tapi itu semua gak menggoyahkan
hatiku untuk turun dari atap ini karena aku akan tetap nangkring di tempat ini
sampe subuh tanpa tidur! SEMANGAT!
****
Pukul 21.55 tanpa
sengaja pandanganku terarah pada sepasang remaja, cewek dan cowok, lagi boncengan
motor, dan motor itu berhenti tepat di depan rumah Byan. Cowok itu ternyata
Byan, dan ceweknya,,, SARI! Sari adalah teman satu organisasi di komplek rumah,
aku tahu sih Sari akhir-akhir ini dekat sama Byan, tapi… aku gak nyangka kalau
mereka sampe bisa… jadian! Kalau mereka gak jadian, kenapa juga jam segini
mereka jalan, berduaan pula! Ya ampun, kenapa ya tiba-tiba dadaku terasa sesak
ketika melihat mereka berdua? Apa iya aku sedang CEMBURU?
Byan adalah tetangga
yang tinggal tepat di depan rumahku sejak 16 tahun yang lalu, dia adalah teman
mainku dari kecil dan karena aku anak tunggal, aku jadi sangat manja pada Byan,
walaupun umur kami sebaya, tapi Byan lebih terlihat dewasa daripada aku, dia
selalu menjaga dan melindungi aku, Byan juga selalu ada dalam suka dan dukaku,
makanya aku sayang banget sama Byan.
Oh ya, aku punya
ritual ini sejak 4 tahun yang lalu, Byan selalu ada untuk menemani aku lho, dia
selalu datang pas pukul 12 malam, ngucapin selamat ulang tahun padaku, dan
menemaniku ngobrol sampe subuh, kalau sudah adzan subuh, kami turun, dan ke
Masjid bareng untuk shalat subuh berjamaah. Dan hari ini, aku lumayan
bertanya-tanya nih, apakah Byan akan datang malam ini? Entahlah, mungkin dia
lupa kali sama hari ulang tahunku, buktinya tadi pas ketemu di sekolah, dia
sama sekali gak bahas-bahas soal ulang tahunku. Ya sudahlah, wajar saja kalau
dia lupa, aku kan bukan siapa-siapanya dia, apalagi sekarang dia sudah punya
Sari, tentu aku bukan lagi prioritas utama untuknya.
Seharusnya Byan tahu
kalau setiap tanggal 1 Februari malam, aku lagi nongkrong di genteng, tapi
ternyata Byan sama sekali gak nengok ke atap rumahku, setelah Sari pergi dengan
motornya, Byan langsung masuk ke dalam rumahnya. Akhirnya aku berspekulasi
kalau Byan memang beneran lupa sama hari ulangtahunku. Ugh, hancur hatiku
menerima semua kenyataan ini, apalagi melihat Byan bersama cewek lain selain
aku.
Oh Tuhan, inikah
kejutan yang hendak Kau berikah padaku dihari yang seharusnya membahagiakan
untukku? Tanpa orangtua, tanpa Byan, dan tanpa kegembiraan…
Biasanya Byan selalu
meminjamkan pundaknya ketika aku sedang merasa sendiri saat ditinggal oleh orangtuaku,
tapi sekarang entah kenapa, Byan ikut-ikutan meninggalkanku.
Akh, kok aku nangis
sih? Cengeng banget deh! Aku kan sudah biasa ulangtahun tanpa ayah bunda, dan
Byan… dia kan bukan siapa-siapa aku, jadi gak ada kewajiban untuknya
menemaniku, yah, aku harus gembira, aku gak boleh sedih, lagi percuma juga aku
sedih, gak akan ada orang yang mau menghiburku, jadi aku harus menjadi Manda
yang kuat, SEMANGAT, Manda!
****
“Ya ampun, neng
Manda, ku naon atuh tidur di genteng? Nanti kalau jatuh gimana?” jerit Bi Nah
yang membuatku kaget dan mataku jadi melek.
“Bibi ngagetin saja
deh, lebai!” omelku.
“Ya maaf atuh, neng,
Bibi cuma khawatir atuh neng Manda tidur di genteng, emang jang Byan mana,
neng? Biasanya neng kan ditemenin sanma jang Byan!”
Sudah deh, Bi,
jangan sebut-sebut nama itu lagi, aku bĂȘte dengernya!”
“Ya sudah, ayo atuh
neng turun, sebentar lagi kan mau subuh, ayo kita ke masjid bareng!”
“Iya, Bi,” kataku
sambil turun dari atap.
“Neng Manda, selamat
ulang tahun ya, swit sepentin…” tubuh renta Bi Nah memelukku dengan erat.
“Makasih ya, Bi, aku
sayang banget sama Bibi…”
“Ya sudah atuh, kita
shalat ya, Bibi sudah bawain mukena punya neng.”
Pukul 05.15, setelah
aku pulang dari masjid.
“Happy birthday,
Manda!” Ternyata di ruang tamu ada banyak sekali teman-teman sekolah,
organisasi, Byan, Sari, dan yang paling surprise adalah di situ ada ayah bunda.
Oh my god, ternyata mereka bikin surprise party untukku.
“Selamat ulang tahun
ya, sayang! Ternyata anak bunda sudah gede ya?” kata bunda sambil memelukku.
“Ayah bunda sengaja
pulang cepat untuk bisa merayakan ulang tahun kamu lho, soalnya ini kan umur
yang istimewa, sweet seventeen, jadi kami sebagai orangtua ingin mengantar anak
kami menuju kedewasaan,” Ayah menimpali omongan Bunda.
“Terima kasih ya,
ayah, bunda, aku pikir kalian gak akan datang, tapi ternyata…” Aku terharu
banget.
Byan maju
mendekatiku. “Manda sayang, selamat ulang tahun ya, sorry semalam gue gak datang
nemenin lo, sumpah, gue ketiduran, tapi gue dan teman-teman organisasi punya
banyak kado buat lo, kemarin kita barengan nyari kado buat lo sampe malam,”
ujar Byan mewakili teman-teman organisasi.
“Jadi, lo gak pergi
berduaan sama Sari?”
“Oh, kemarin lo
lihat ya, ya gak lah, Sari nganterin gue pulang karena gue numpang naik
motornya, secara lo tahu sendiri motor gue kan bannya pecah, masih ada di
bengkel.”
“Ya ampun, Manda,
jadi lo pikir Byan dan gue ada apa-apa githu? Gak mungkin lah, Byan kan sukanya
sama lo, ups… keceplosan! Seru Sari.
Aku terpana. “Haaa?
Beneran?”
Kulihat wajah Byan
jadi merah menahan malu. Tampaknya dia gak menyangkal omongan Sari, duh, aku
jadi ikutan malu nih…
“Nah, karena Manda
belum mandi, ayo kita rame-rame mandiin Manda!” Byan dan teman-teman lainnya
pada mengangkat tubuhku dan kemudian dengan teganya melemparku ke kolam renang.
“Bluuuuk!”
“Wadaaaaaw,
sakeeeeet!” jeritku kencang.
“Ya ampuuuun, ku
naon atuh, neng? Neng Manda teh jatuh dari genteng ya?” seru Bi Nah sambil
membantuku bangun.
“Aduh, Bi, sakit
banget. Kayaknya tulangku patah nih!” erangku kesakitan.
“Neng Manda teh
tidur di genteng ya? Jang Byan mana atuh? Biasanya kan neng ditemenin sama jang
Byan.”
“Duh, jangan bahas
Byan deh, bisa-bisa kakiku tambah sakit nih, sakit banget, Bi!”
“Ya sudah, ayo kita
ke Rumah Sakit, neng! Neng tunggu dulu di sini sebentar, Bibi mau ambil dompet
dulu!”
****
Sial, sial, sial, ulang
tahun sweet seventeen aku malah masuk rumah sakit. Kaki kiriku patah gara-gara
jatuh dari atap genteng, trus gak seperti di mimpi yang indah itu, di rumah
sakit aku cuma ditemani oleh Bi Nah, gak ada orangtua, apalagi teman-teman,
katanya sih tadi Bi Nah sudah telpon ayah bunda, tapi mereka belum bisa pulang
karena kerjaan mereka belum selesai dan baru bisa pulang besok. Mereka cuma kirim
seikat bunga mawar pink kesukaanku, tapi bunga itu sudah aku buang dari tadi ke
tempat sampah, emang mereka pikir aku bisa sembuh hanya dengan seikat kembang,
emangnya aku setan dikasih kembang!
“Manda, lo kenapa?”
Aku melihat sosok Byan ada di hadapanku, dia mencemaskanku.
“Byan…” aku agak
senang dengan kehadirannya.
“Iya, ini gue Nda,
lo gak kenapa-napa kan?” Byan menggenggam erat tanganku dan aku sangat yakin
ini semua bukan mimpi.
“Lo ke sini sama
siapa, Yan? Sendiri?”
“Gak. Gue sama…
Sari. Nda, sebenarnya gue mau bilang kalau gue baru saja jadian sama Sari,
semalam gue nembak dia dan…”
Duaaaar! Bagai ada
petir besar yang menyambar tubuhku, aku beneran shocked mendengarnya, apalagi
ketika melihat sosok Sari yang berjalan mendekatiku dan kemudian langkahnya berhenti
tepat di samping Byan, dan sialnya mereka tampak sangat serasi!
“Gue denger dari Bi
Nah, lo jatuh dari genteng, lagian lo tuh kenapa sih naik-naik ke genteng, lo
kan cewek, Nda…”
“Byan, Sari, sorry,
bukannya gue ngusir, tapi gue mau istirahat!” Aku langsung membalikkan badanku
membelakangi mereka, soalnya aku sudah gak tahan lagi untuk menahan air mataku,
rasanya sakit banget, mungkin lebih sakit daripada sakit badanku.
“Neng, selamat ulang
tahun ya, neng jangan sedih, neng harus sabar dan inget, masih ada Bibi di sini
yang akan selalu menyayangi neng, neng gak usah sedih ya.” Bi Nah sepertinya
sangat tahu dengan perasaanku, ya iyalah, dia pasti ngerti, dia kan yang
mengurus aku sejak lahir.
Tuhan, di sweet
seventeen ini, walau jiwa dan ragaku ini sakit, aku sangat bersyukur karena Kau
masih sisakan Bi Nah yang akan terus menyayangi aku sepenuh jiwanya. Bukankah
manusia itu diciptakan untuk senantiasa bersyukur padaMu? Sekecil apapun nikmat
yang telah Kau berikan, karena hidup bikan untuk meratapi derita…
Ya, itulah pelajaran
hidup yang telah aku dapatkan selama 17 tahun aku hidup di dunia. Sweet
seventeean.
****
Anyway, mungkin setiap kalian baca cerpen-cerpen saya kadang sukasad ending atau akhir kisahnya nggak sesuai harapan. Yah, saya emang suka akhir cerita kayak gitu. Seru aja bikin akhir cerita yang nggak sesuai harapan.
Dan saya konsisten membuat akhir cerita sad ending untuk cerpen-cerpen saya sampai hari ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar